Empat tahun terakhir dikenal identitas Operator Sekolah sebagai
bagian entitas dari tenaga kependidikan di sekolah. Istilah operator
sekolah pertama kali muncul dalam Juknis BOS APBN Tahun 2013. Dalam
Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 itu disebut 2 (dua) kali kata
“operator”. Pertama adalah “operator pendataan”, kedua adalah “operator
sekolah”.
Kata “operator pendataan” ditulis pada Bab IV Prosedur
Pelaksanaan BOS, Sub (A) Proses Pendataan Pendidikan Dasar, poin (5)
“Kepala sekolah menunjuk tenaga operator pendataan dengan menerbitkan surat tugas sebagai penanggungjawab di tingkat sekolah”.
Berikutnya kata “operator sekolah” ditulis pada point (6) “Tenaga operator sekolah
memasukkan data kedalam aplikasi pendataaan yang telah disiapkan oleh
Kemdikbud kemudian mengirim ke server Kemdikbud secara online”.
Juknis
BOS selanjutnya yang dituangkan melalui Permendikbud 101 Tahun 2013 dan
Permendikbud Nomor 76 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Permendikbud
101 Tahun 2013, menyebutkan hal yang sama.
Dalam Juknis BOS
Tahun 2015 Permendikbud Nomor 161 Tahun 2014 Bab IV Prosedur Pelaksanaan
BOS, Sub (A) Proses Pendataan Pendidikan Dasar terdapat penjelasan yang
berbeda dengan kedua Juknis BOS sebelumnya. Predikat Penanggungjawab
Dapodik disebutkan terlebih dahulu sebagai orang yang bertanggungjawab
atas pendataan pendidikan di sekolah. Dijelaskan disini bahwa penanggung
jawab Dapodik adalah “seorang guru atau pegawai tata usaha yang sudah
ada di sekolah atau pegawai yang selama ini telah direkrut untuk
membantu pengelolaan dana BOS (untuk SD)”.
Pada tahapannya Juknis BOS 2015 pun masih menyebut dua identitas yang sama seperti Juknis dua tahun sebelumnya, yakni operator pendataan dan operator sekolah.
Selanjutnya,
Permendikbud Nomor 80 Tahun 2015 membedakan peraturan tentang Juknis
BOS 2016 dalam Lampiran I untuk jenjang Dikdas (SD dan SMP), Lampiran II
untuk SMA, Lampiran III untuk SMK.
Dalam Juknis BOS 2016 ini
identitas yang digunakan pada Lampiran I (Juknis BOS Dikdas) adalah
“Operator Dapodikdasmen”, pada Lampiran II (Juknis BOS SMA) disebut
“Operator Dapodikdasmen SMA”, sementara pada Lampiran III (Juknis BOS
SMK) disebut sebagai “Operator Dapodik SMK”.
Perbedaan yang
mencolok dalam Juknis BOS 2016 ini adalah tidak masuknya Operator
Dapodikdasmen (SD/SMP) dalam Tim Manajemen BOS tingkat Sekolah.
Sementara untuk SMA dan SMK, Operator Dapodikdasmen SMA/Operator Dapodik
SMK merupakan bagian dari Tim Manajemen BOS tingkat Sekolah.
Peraturan
tentang Juknis BOS untuk tahun 2017 ini ditetapkan melalui Permendikbud
Nomor 8 Tahun 2017. Istilah baru “Penanggungjawab Pendataan” muncul
dalam susunan Tim Manajemen BOS Sekolah. Dalam penjelasannya lebih
lanjut disebut sebagai Petugas Pendataan Dapodik. Hilanglah sebutan
“operator” baik itu operator sekolah, operator pendataan, maupun
operator Dapodik.
Dimanakah Posisi Operator Sekolah?
Menyimak
dan memperhatikan Juknis BOS dari tahun ke tahun (2013-2017), identitas
“Operator Sekolah/Operator Pendataan/Operator Dapodik” hingga hilangnya
predikat itu pada tahun 2017 ini menjadi Petugas Pendataan Dapodik,
memicu pertanyaan dimanakah keberadaan Operator Sekolah tersebut
sekarang? Pertama kali sebutan Operator Sekolah/Operator Pendataan
muncul adalah pada Juknis BOS Tahun 2013. Siapakah dia?
Dalam
Permendikbud yang mengatur Juknis BOS untuk tahun 2013-2014 menyebutkan
secara eksplisit bahwa “Sekolah yang telah memiliki sarana yang memadai
dan petugas/pegawai sekolah yang telah dibiayai pemerintah ...”. Dari
penjelasan ini secara implisit dapat dikatakan bahwa Operator Sekolah
adalah bagian dari tugas guru/pegawai/tenaga administrasi yang mendapat
tugas tambahan melakukan pendataan di sekolah.
Lebih detil lagi
dalam Juknis BOS 2015 disebutkan bahwa “Penanggung jawab Dapodik dapat
seorang guru atau pegawai tata usaha yang sudah ada di sekolah atau
pegawai yang selama ini telah direkrut untuk membantu pengelolaan dana
BOS (untuk SD)”.
Dalam juknis BOS 2016 dan 2017, tidak lagi dijelaskan siapa yang dimaksud Operator Sekolah/Operator Pendataan tersebut.
Tenaga Administrasi Sekolah untuk SD
Jika
memperhatikan uraian di atas, bahwa sebutan Operator Sekolah, Operator
Pendataan, Operator Dapodik, Penanggungjawab Pendataan dalam Juknis BOS,
dapat disimpulkan bahwa predikat tersebut melekat pada petugas
administrasi/tenaga administrasi yang ada di sekolah.
Masalah
yang timbul kemudian memicu pertanyaan adalah untuk jenjang Sekolah
Dasar. Realita yang ada di lapangan, sekolah dasar tidak memiliki
petugas khusus yang menangani administrasi sekolah. Hampir semua SD
menunjuk guru untuk diberikan tugas sebagai bendahara BOS, banyak pula
guru yang dibebankan menjadi petugas pendataan (sebutlah operator
sekolah). Hingga pada suatu ketika di SD ada sebutan Tata Usaha yang
biasa dikenal di sekolah jenjang SMP/SMA/SMK. Beberapa SD mengangkat
pegawai baru (honorer) yang diberikan tugas sebagai Petugas Tata
Usaha/Tenaga Administrasi Sekolah.
Meski dasar hukum tentang TAS
ini sudah ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Pasal 35 ayat (1) poin (b) menyebutkan
“SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas
kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan
tenaga kebersihan sekolah/madrasah”. Berulangkali pertanyaan tentang TAS
di Sekolah Dasar dilontarkan kepada para pemangku kepentingan.
Beberapa jawaban terkait hal ini tidak mencerminkan amanat perundangan dan peraturan yang berlaku tersebut.
Permendiknas
Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah memuat aturan tetang pelaksanaan
program/rencana kerja sekolah, salah satunya tentang Struktur Organisasi
Sekolah.
Dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah disebutkan Tenaga administrasi
sekolah/madrasah terdiri atas kepala tenaga administrasi
sekolah/madrasah, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus. Untuk
jenjang SD Kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB dapat diangkat apabila
sekolah/madrasah memiliki lebih dari 6 (enam) rombongan belajar.
Kualifikasi kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB adalah sebagai berikut:
- Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun.
- Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Beberapa
aturan terkait TAS di atas sangat bertolak belakang dengan kenyataan
yang ada. Pemerintah belum dapat mewujudkan pengelolaan satuan
pendidikan yang diharapkan oleh aturan perundangan tersebut. Terutama
untuk jenjang SD/MI.
Jika di SMP/SMA/SMK sudah ada struktur
ketatausahaan, pembagian tugas dan wewenang tenaga administrasi di
dalamnya, dan dengan orang yang berbeda. Namun di SD/MI kondisi
sebaliknya, semua tugas dan tanggungjawab TAS tersebut dipikulkan di
pundak satu orang. Entah apa namanya TU, Operator Sekolah, Operator
Pendataan, Operator Dapodik, atau predikat yang baru diperkenalkan yakni
Penanggungjawab Pendataan. Ironisnya, BKN mengatakan, tidak ada
peraturan tentang hal ini. Lantas? Siapakah yang harus membuat Analisa
Beban Kerja terhadap jabatan TAS di Sekolah Dasar? Sementara beban kerja
itu dari hari ke hari makin menumpuk. Boleh saja pemerintah mengabaikan
paradoks Operator Sekolah, namun semestinya tidak dengan Tenaga
Administrasi Sekolah (TAS).
Last but not least. Kami titipkan amanat undang-undang di pundak kalian, para pemangku kebijakan negeri ini.
artikel ini telah diterbitkan Kompasiana Tgl 4 April 2017
0 komentar:
Posting Komentar