WELCOME TO MY BLOG

Terima Kasih Sudah Berkunjung, Semoga bermanfaat

If opportunity does not come, then create it

Jika kesempatan tidak datang menghampiri, maka ciptakanlah.

If you have only one smile in you, give it to the people you love

The more you like your self, the less you are like anyone else, which makes you unique.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 21 Oktober 2017

Paradoks Operator Sekolah by Taufik Sujdana

Empat tahun terakhir dikenal identitas Operator Sekolah sebagai bagian entitas dari tenaga kependidikan di sekolah. Istilah operator sekolah pertama kali muncul dalam Juknis BOS APBN Tahun 2013. Dalam Permendikbud Nomor 76 Tahun 2012 itu disebut 2 (dua) kali kata “operator”. Pertama adalah “operator pendataan”, kedua adalah “operator sekolah”.
Kata “operator pendataan” ditulis pada Bab IV Prosedur Pelaksanaan BOS, Sub (A) Proses Pendataan Pendidikan Dasar, poin (5) “Kepala sekolah menunjuk tenaga operator pendataan dengan menerbitkan surat tugas sebagai penanggungjawab di tingkat sekolah”.
Berikutnya kata “operator sekolah” ditulis pada point (6) “Tenaga operator sekolah memasukkan data kedalam aplikasi pendataaan yang telah disiapkan oleh Kemdikbud kemudian mengirim ke server Kemdikbud secara online”.
Juknis BOS selanjutnya yang dituangkan melalui Permendikbud 101 Tahun 2013 dan Permendikbud Nomor 76 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Permendikbud 101 Tahun 2013, menyebutkan hal yang sama.
Dalam Juknis BOS Tahun 2015 Permendikbud Nomor 161 Tahun 2014 Bab IV Prosedur Pelaksanaan BOS, Sub (A) Proses Pendataan Pendidikan Dasar terdapat penjelasan yang berbeda dengan kedua Juknis BOS sebelumnya. Predikat Penanggungjawab Dapodik disebutkan terlebih dahulu sebagai orang yang bertanggungjawab atas pendataan pendidikan di sekolah. Dijelaskan disini bahwa penanggung jawab Dapodik adalah “seorang guru atau pegawai tata usaha yang sudah ada di sekolah atau pegawai yang selama ini telah direkrut untuk membantu pengelolaan dana BOS (untuk SD)”.
Pada tahapannya Juknis BOS 2015 pun masih menyebut dua identitas yang sama seperti Juknis dua tahun sebelumnya, yakni operator pendataan dan operator sekolah.
Selanjutnya, Permendikbud Nomor 80 Tahun 2015 membedakan peraturan tentang Juknis BOS 2016 dalam Lampiran I untuk jenjang Dikdas (SD dan SMP), Lampiran II untuk SMA, Lampiran III untuk SMK.
Dalam Juknis BOS 2016 ini identitas yang digunakan pada Lampiran I (Juknis BOS Dikdas) adalah “Operator Dapodikdasmen”, pada Lampiran II (Juknis BOS SMA) disebut “Operator Dapodikdasmen SMA”, sementara pada Lampiran III (Juknis BOS SMK) disebut sebagai “Operator Dapodik SMK”.
Perbedaan yang mencolok dalam Juknis BOS 2016 ini adalah tidak masuknya Operator Dapodikdasmen (SD/SMP) dalam Tim Manajemen BOS tingkat Sekolah. Sementara untuk SMA dan SMK, Operator Dapodikdasmen SMA/Operator Dapodik SMK merupakan bagian dari Tim Manajemen BOS tingkat Sekolah.
Peraturan tentang Juknis BOS untuk tahun 2017 ini ditetapkan melalui Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017. Istilah baru “Penanggungjawab Pendataan” muncul dalam susunan Tim Manajemen BOS Sekolah. Dalam penjelasannya lebih lanjut disebut sebagai Petugas Pendataan Dapodik. Hilanglah sebutan “operator” baik itu operator sekolah, operator pendataan, maupun operator Dapodik.
Dimanakah Posisi Operator Sekolah?
Menyimak dan memperhatikan Juknis BOS dari tahun ke tahun (2013-2017), identitas “Operator Sekolah/Operator Pendataan/Operator Dapodik” hingga hilangnya predikat itu pada tahun 2017 ini menjadi Petugas Pendataan Dapodik, memicu pertanyaan dimanakah keberadaan Operator Sekolah tersebut sekarang? Pertama kali sebutan Operator Sekolah/Operator Pendataan muncul adalah pada Juknis BOS Tahun 2013. Siapakah dia?
Dalam Permendikbud yang mengatur Juknis BOS untuk tahun 2013-2014 menyebutkan secara eksplisit bahwa “Sekolah yang telah memiliki sarana yang memadai dan petugas/pegawai sekolah yang telah dibiayai pemerintah ...”. Dari penjelasan ini secara implisit dapat dikatakan bahwa Operator Sekolah adalah bagian dari tugas guru/pegawai/tenaga administrasi yang mendapat tugas tambahan melakukan pendataan di sekolah.
Lebih detil lagi dalam Juknis BOS 2015 disebutkan bahwa “Penanggung jawab Dapodik dapat seorang guru atau pegawai tata usaha yang sudah ada di sekolah atau pegawai yang selama ini telah direkrut untuk membantu pengelolaan dana BOS (untuk SD)”.
Dalam juknis BOS 2016 dan 2017, tidak lagi dijelaskan siapa yang dimaksud Operator Sekolah/Operator Pendataan tersebut.
Tenaga Administrasi Sekolah untuk SD
Jika memperhatikan uraian di atas, bahwa sebutan Operator Sekolah, Operator Pendataan, Operator Dapodik, Penanggungjawab Pendataan dalam Juknis BOS, dapat disimpulkan bahwa predikat tersebut melekat pada petugas administrasi/tenaga administrasi yang ada di sekolah.
Masalah yang timbul kemudian memicu pertanyaan adalah untuk jenjang Sekolah Dasar. Realita yang ada di lapangan, sekolah dasar tidak memiliki petugas khusus yang menangani administrasi sekolah. Hampir semua SD menunjuk guru untuk diberikan tugas sebagai bendahara BOS, banyak pula guru yang dibebankan menjadi petugas pendataan (sebutlah operator sekolah). Hingga pada suatu ketika di SD ada sebutan Tata Usaha yang biasa dikenal di sekolah jenjang SMP/SMA/SMK. Beberapa SD mengangkat pegawai baru (honorer) yang diberikan tugas sebagai Petugas Tata Usaha/Tenaga Administrasi Sekolah.
Meski dasar hukum tentang TAS ini sudah ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 35 ayat (1) poin (b) menyebutkan “SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah”. Berulangkali pertanyaan tentang TAS di Sekolah Dasar dilontarkan kepada para pemangku kepentingan.
Beberapa jawaban terkait hal ini tidak mencerminkan amanat perundangan dan peraturan yang berlaku tersebut.
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah memuat aturan tetang pelaksanaan program/rencana kerja sekolah, salah satunya tentang Struktur Organisasi Sekolah.
Dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah disebutkan Tenaga administrasi sekolah/madrasah terdiri atas kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah, pelaksana urusan, dan petugas layanan khusus. Untuk jenjang SD Kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB dapat diangkat apabila sekolah/madrasah memiliki lebih dari 6 (enam) rombongan belajar.
Kualifikasi kepala tenaga administrasi SD/MI/SDLB adalah sebagai berikut:
  • Berpendidikan minimal lulusan SMK atau yang sederajat, program studi yang relevan dengan pengalaman kerja sebagai tenaga administrasi sekolah/madrasah minimal 4 (empat) tahun.
  • Memiliki sertifikat kepala tenaga administrasi sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Beberapa aturan terkait TAS di atas sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Pemerintah belum dapat mewujudkan pengelolaan satuan pendidikan yang diharapkan oleh aturan perundangan tersebut. Terutama untuk jenjang SD/MI.
Jika di SMP/SMA/SMK sudah ada struktur ketatausahaan, pembagian tugas dan wewenang tenaga administrasi di dalamnya, dan dengan orang yang berbeda. Namun di SD/MI kondisi sebaliknya, semua tugas dan tanggungjawab TAS tersebut dipikulkan di pundak satu orang. Entah apa namanya TU, Operator Sekolah, Operator Pendataan, Operator Dapodik, atau predikat yang baru diperkenalkan yakni Penanggungjawab Pendataan. Ironisnya, BKN mengatakan, tidak ada peraturan tentang hal ini. Lantas? Siapakah yang harus membuat Analisa Beban Kerja terhadap jabatan TAS di Sekolah Dasar? Sementara beban kerja itu dari hari ke hari makin menumpuk. Boleh saja pemerintah mengabaikan paradoks Operator Sekolah, namun semestinya tidak dengan Tenaga Administrasi Sekolah (TAS).
Last but not least. Kami titipkan amanat undang-undang di pundak kalian, para pemangku kebijakan negeri ini.
 
artikel ini telah diterbitkan Kompasiana Tgl 4 April 2017 


Malas Bersosialisasi Bisa Jadi Tanda Kelelahan Kronis

Rasa lelah wajar muncul usai kita beraktivitas. Mengistirahatkan diri dengan bersantai atau tidur bisa memulihkan kondisi tubuh menjadi bugar. Namun, tidak demikian halnya dengan kelelahan kronis.
Kelelahan kronis bisa digambarkan seperti batere ponsel yang tak tuntas di-charge. Kelelahan kronis membuat orang yang mengalaminya merasa kurang konsentrasi saat berpikir, bingung, nyeri tubuh, serta tak maksimal ketika beraktivitas.
 Laman Mayo Clinic menulis, banyak teori yang menduga kelelahan kronis disebabkan oleh berbagai hal seperti infeksi viral hingga stres psikologis. Namun sesungguhnya penyebab pasti sindrom kelelahan kronis belum diketahui pasti. Beberapa ahli percaya, sindrom kelelahan kronis kemungkinan besar dipicu oleh kombinasi beberapa faktor.
Meski begitu, laman Metro berhasil mencatat pengalaman seseorang dengan penyakit Crohn selama 21 tahun yang mengalami kelelahan kronis. Berikut tanda yang bisa Anda cermati, seperti dikutip Rabu (18/10/2017).
1. Segala sesuatunya seperti menguras tenaga
Mulai dari beranjak dari ranjang, mandi, berpakaian, hingga rutinitas sederhana bisa terasa seperti menguras energi seseorang yang mengalami kelelahan kronis.
2. Pikiran seperti berkabut
Selama bertahun-tahun individu ini mengira pikirannya yang berkabut umum dialami orang lainnya. Hingga suatu hari dia menyadari bahwa kondisi tersebut terkait dengan kelelahan akibat penyakit Crohn yang dideritanya.
Menurunnya kemampuan untuk fokus serta kejernihan mental berdampak pada aktivitasnya sehari-hari.
3. Nyeri tubuh
Seseorang yang mengalami kelelahan kronis akan mengalami nyeri di seluruh tubuh seperti punggung, lengan, hingga kaki. Seringkali rasanya seperti Anda memanggul bongkahan batu ke mana-mana.
4. Tidur berjam-jam, berhari-hari, bahkan berbulan-bulan
Kelelahan kronis bisa membuat seseorang tidur dalam durasi yang lama, bahkan terkadang terasa masih kurang. Jadi tidur siang sejenak di pertengahan hari bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi kelelahan kronis
5. Enggan beraktivitas
Terkadang, kita tak bisa memprediksi kapan kelelahan kronis akan menghampiri. Pada invididu yang mengalaminya, membatalkan pertemuan, bolos kerja, menunda makan, hingga tak mengangkat telepon dilakukan akibat merasa lelah berkepanjangan.
Ya, kelelahan kronis bisa membuat orang yang mengalaminya secara tidak disengaja menarik diri dari kehidupan sosial.
6. Merasa kesepian
Bersosialisasi atau sekadar berbincang kerap membuat individu dengan kelelahan kronis begitu menguras energi.
Ya, hal-hal itu bisa menguras energi yang sebenarnya lebih diperlukan untuk melakukan hal lain seperti bekerja atau memulihkan kondisi tubuh.
Tak heran bila individu dengan kelelahan kronis kerap merasa kesepian sehingga hanya ingin tidur seharian.
7. Memengaruhi kesehatan mental
Ketika merasa kelelahan, segala sesuatunya terasa kacau. Bujukan atau kata-kata penghiburan bahwa semuanya akan baik-baik saja esok hari terkadang tak jadi kenyataan.
8. Tindakan nyata lebih berarti
Orang yang mengalami kelelahan kronis tak memerlukan kata-kata penghiburan. Mereka perlu tindakan nyata dari orang-orang disekelilingnya. Memasak untuk mereka, membantu mengganti seprai, atau hal sederhana seperti pelukan terasa lebih berarti.

Source : Liputan 6